Senin, 02 Februari 2015

MAKALAH ZAKAT PROFESI

ZAKAT PROFESI
I.          PENDAHULUAN
Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa menggantungkan diri pada orang lain, seperti seorang dokter yang mengadakan praktek, pengacara, seniman, penjahit, dan lain-lain. Kedua pekerjaan yang dikerjakan untuk orang atau pihak lain dengan imbalan mendapat upah atau honorarium seperti pegawai negeri atau swasta.[1]
Pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.      Bagaimana pengertian dari zakat profesi ?
B.       Apa dasar hukum dari zakat profesi ?
C.       Bagaimana cara perhitungan dari zakat profesi ?
D.      Bagaimana cara pengeluaran dari zakat profesi ?
E.       Apa manfaat pendistribusian zakat profesi, konsumtif, dan produktif ?

III.          PEMBAHASAN
A.      Pengertian dari zakat profesi
Secara umum zakat profesi menurut putusan Tarjih Muhammadiyah adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil atau uang, relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Sedangkan dalam pemahaman Zamzami Ahmad, zakat profesi adalah zakat penghasilan yang didapat dan diterima dengan jalan yang halal dalam bentuk upah, honor ataupun gaji.[2] 
Disamping itu, terdapat beberapa pengertian lain mengenai istilah zakat profesi. Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Profesi tersebut ada dua macam:
1.      Profesi yang dihasilkan sendiri seperti dokter, insinyur, artis, penjahit dan lain sebagainya.
2.      Profesi yang dihasilkan dengan berkaitan pada orang lain dengan memperoleh gaji seperti pegawai negeri atau swasta, pekerja perusahaan dan sejenisnya.
B.       Dasar hukum dari zakat profesi
Adanya perintah zakat adalah untuk menciptakan rasa sosial dan keadilan. Jika petani yang menggarap sawah atau ladang dituntut untuk menegluarkan zakat setiap kali panen bila mencapai nasab, sementara mereka yang bergelut di sektor usaha dan profesi berpenghasilan lebih besar yang lebih mudah tidak di tuntut untuk berzakat.
Alasan diwajibkannya zakat profesi dapat di tafsirkan dari :
QS. Al-Baqarah :267
 $ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur
 (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;
ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
            Kata “ما” adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum, yang artinya apa saja, jadi “ óOçFö;|¡Ÿ2$tBartinya sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik. Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan ( gaji, honorarium, dll) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan QS. Al –Baqarah :267 tersebut yang mengandung pengertian yang umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya (sandang, pangan, papan, beserta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja atau usaha, kendaraan, dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan), bebas dari beban hutang, telah genap setahun kepemilikannya dan telah mencapai nishab.[3]

C.      Cara perhitungan dari zakat profesi
Cara menghitung sendiri zakat penghasilkan ialah semuapenghasilan netto satu tahun dikurangi kebutuhan pokok, hutang-hutang, dan pajak yang telah dibayar untuk satu tahun berjalan. Kemudian apabila sisanya masih mencapai nishab dan haul atau jatuh temponya, maka wajib dizakati. Dengan demikian adalah rumusnya sebagai berikut :
Ph – ( KP + U+ Pj ) = SPhKZ ( dengan syarat N + H)
Keterangan :
Ph             = Penghasilan
KP            = Kebutuhan pokok
U              = Hutang yang harus dibayar untuk setahun berjalan
Pj              = Pajak
SPhKZ     = Sisa penghasilan kena zakat
N              = Nisab
H              = Haul
Contoh :
Ibrahim adalah seorang dosen PTN golongan IV/b dengan masa kerja 20 tahun, dan keluarganya terdiri dari suami istri dan 3 anak. Penghasilan setiap bulan :
a.    Gaji resmi dari PTN                                        Rp 400.000,00
b.    Honorarium dari PTN                                     Rp   25.000,00
c.    Honorarium dari beberapa PTS                       Rp 225.000,00
d.   Honorarium lain-lain                                       Rp   50.000,00
Jumlah             Rp 700.000,00
Pengeluaran setiap bulan :
a.    Keperluan hidup pokok keluarga                    Rp 300.000,00
b.    Angsuran kredit rumah Perumnas                   Rp.  75.000,00
c.    Dan lain-lain                                                    Rp.  75.000,00
Jumlah             Rp 450.000,00
Penerimaan     : Rp 700.000,00
Penengluaran  : Rp 400.000,00
Sisa                   Rp 250.000,00

Sisa Rp 250.000,00 setiap bulan, setahun Rp 250.000,00 x 12 = Rp 3000.000,00 dan sisa tersebut setiap bulannya ditabanaskan /di depositokan di koperasi atau Bank dengan bunga keuntungan 18% setahun. Maka perhitungan zakatnya ialah : 2,5% x (Rp 3000.000 x 18% ) + Rp 3000.000,00) = Rp 89.000,00.

D.      Cara pengeluaran dari zakat profesi
Ada dua cara dalam mengeluarkan zakat :
1.    Menurut Az-Zuhri bahwa seseorang harus mengeluarkan zakatnya setelah memperoleh penghasilan sebelum di belanjakan pada bulan wajib zakat tersebut atau zakat dikeluarkan bersamaan dengan kekayaan yang lain pada bulan zakat jika uang penghasikan tidak ingin dibelanjakan.
2.    Menurut Makhul bahwa apabila seseorang mempunyai kekayaan lain selain penghasilan maka ia boleh mengeluarkan zakatnya pada bulan zakat, sedangkan seseorang yang tidak mempunyai kekayaan maka zakat di keluarkan pada saat ia memperoleh penghasilan tanpa menunggu bulan zakat.
Pendapat ini memberikan keringanan pada orang yang memiliki kekayaan lain dan memberikan beban berat kepada orang yang tidak mempunyai kekayaan selain penghasilan tersebut.[4]
Selain itu terdapat pula perbedaan pendapat mengenai waktu pengeluaran zakat profesi. Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi:
1.      Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
2.      Pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
3.      Pendapat ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta)




E.       Manfaat pendistribusian zakat profesi, konsumtif, dan produktif
Sesuai dengan Q.S At Taubah : 60
 $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Menurut kesepakatan ulama bahwa fakir miskin adalah kelompok yang paling berhak menerima zakat, demi meringankan beban hidupnya dan menolong mereka agar dapat mandiri dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
Menurut Abu Hanifah, zakat boleh dipakai untuk satu kelompok dari delapan kelompok yang berhak. Menurut Imam Malik, zakat boleh di berikan kepada yang paling membutuhkannya. Sedangkan menurut Ibrahim an Nakha’i, zakat bisa di salurkan kepada satu kelompok saja jika hanya sedikit, dan dapat disalurkan ke seluruh kelompok apabila jumlahnya banyak. Zakat secara umum dapat menjadi sumber dana yang potensial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
Pemanfaatan pendistribusian zakat profesi dapat bersifat konsumtif maupun produktif, diantaranya yaitu :
1.      Manfaat zakat konsumtif
Hasil zakat di manfaatkan untuk keperluan- keperluan yang bersifat konsumtif, seperti untuk menyantuni anak yatim,janda, orang yang sudah lanjut usia,orang yang cacat fisik atau mentalnya dan sebagainya secara teratur perbulan misalnya, sampai akhirir hayatnyaatau sampai mereka mampu mandiri mencukupi kehidupan pokok dirinya.

2.      Manfaat zakat produktif
Hasil zakat bisa digunakan untuk keperluan-keperluan yang bersifat produktif, seperti pemberian bantuan keuangan berupamodel usaha atau kerja atau kerja kepada fakir miskin yang mempunyai keterampilan tertentu dan mau berusaha atau berusaha keras, agar mereka bisa terlepas dari kemiskinan dan ketergantungannya kepada orang lain dan mampu mandiri.[5]

ANALISIS MASALAH
Kontroversi yang terjadi mengenai waktu pengeluaran zakat ada banyak beberapa pendapat. Kami mengambil waktu pengeluaran zakat profesi dalam satu tahun karena mengambil pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad yang menyatakan bahwa untuk wajib zakat atas hasil pencarian/profesi setiap tahun. Berdasarkan hal itu kita dapat menetapkan hasil pencarian sebagai sumber zakat, karena terdapat ‘illat” atau penyebab yang menurut para ulama’ fiqih sah, nishab yang merupakan landasan wajib zakat. Bila tidak mencapai putaran satu tahun, maka tidak wajib zakat. Hal ini berdasarkan hadits :
وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ
Tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul.:”
Akan tetapi ada beberapa hal yang tidak disyaratkan haul, seperti zakat pertanian, rikaz, keuntungan berdagang, anak binatang ternak. Jadi, penetapan zakat profesi tanpa memenuhi dua persyaratan di atas merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at.




IV.          KESIMPULAN
Secara umum zakat profesi menurut putusan Tarjih Muhammadiyah adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil atau uang, relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Cara menghitung sendiri zakat penghasilkan ialah semuapenghasilan netto satu tahun dikurangi kebutuhan pokok, hutang-hutang, dan pajak yang telah dibayar untuk satu tahun berjalan. Kemudian apabila sisanya masih mencapai nishab dan haul atau jatuh temponya, maka wajib dizakati.

V.          PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang berhubungan dengan judul makalah ini. Pemakalah berharap kepada para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah pada kesempataan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.











DAFTAR PUSTAKA


Hasan, Ali. 2001. Tuntunan Puasa dan Zakat. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Inoed, Amiruddin, dkk. 2005. Anatomi fiqh Zakat, cet 1.yogyakarta :Pustaka Pelajar
Qardawi, Yusuf. 2004. Hukum Zakat, Cet 7. Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah, cet 10.  Jakarta : PT. Toko Gunung Agung



[1] Ali Hasan, Tuntunan Puasa dan Zakat, (jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2001). Hlm.204
[2] Amiruddin Inoed, dkk, Anatomi fiqh Zakat, cet 1(yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2005). Hlm. 50
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, cet 10, ( jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1997). Hlm. 221
[4]Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Cet 7, ( Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2004). Hlm. 484-485
[5]Masjfuk Zuhdi. Op. Cit. Hlm. 247-248 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar