PENDEKATAN
FENOMENOLOGI DALAM RANAH PENELITIAN KUALITATIF
I.
PENDAHULUAN
Penelitian adalah sama halnya dari kata mencari, adapun yang dicari
adalah jawaban atau suatu kebenaran dari hal yang kurang atau malah ketidaktahuan
dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam fikiran manusia atas suatu masalah
yang muncul dan perlu untuk dipecahkan. Dalam hal ini, penelitian adalah suatu
sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Betapa besarnya manfaat dan kegunaan
dari adanya suatu penelitian.
Suatu kegiatan penelitian yang dilakukan atas dasar adanya suatu
masalah. Demikian pula dengan penelitian kualitatif tidak dimulai suatu yang
tidak ada isinya atau kosong, tetapi dilakukan atas presepsi seseorang terhadap
adanya suatu masalah. Masalah-masalah yang ada di sekitar atau sosial akan
dibatasi dengan suatu desain atau variansi peneltian diantaranya adalah etnografi,
kontruksionistik, fenomenologi ,heuristik, fungsionalisme dan lain sebagainya.
Meskipun
dalam tataran praktis perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatf seperti nampak sederhana dan hanya
bersifat teknis, namun secara esensial keduanya mempunyai landasan
epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan
pendekatan penelitian yang mewakili paham positifisme, sementara itu penelitian
kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik
(fenomenologis).
Fenomenoligilah yang sedikit di utarakan dalam makalah ini dan
didiskusikan bersama agar mendapat titik terang tentang materi Pendekatan
Fenomenologi dalam Ranah Penelitian Kualitatif.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Siapa dan Bagaimana Biografi Tokoh Perintis Fenomenologi?
B.
Apa Pengertian Pendekatan Fenomenologi?
C.
Bagaimana penelitian dalam fenomenologi?
III.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Tokoh Perintis Fenomenologi
Filsafat Fenomenologi dengan tokohnya yang terkenal yaitu Edmun
Hasserl (1859-1938M), dialah perintis dari fenomenologi. fenomenologi adalah
gerakan filsafat yang dipelajari oleh Edmun Hasserl, salah satu arus pemikiran
yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Ia mulai karirnya sebagai ahli
matematika, kemudian pindah ke bidang filsafat. Husserl membedankan antara dua
dunia yang terkenal dalam sains dan dunia di mana kita hidup. Pengkajian
tentang dunia kita hayati serta pengalaman kita yang langsung tentang dunia
tersebut adalah pusat perhatian fenomenologi.
Edmun Husserl adalah filosof yang mengembangkan metode
Fenomenologi, dia lahir di Prostejov Cekoslowakia. Husserl
adalah murid Franz Brentono dan Carl Stumpf pada tahun 1886 dia mempelajari
psikologi dan banyak menulis tentang Fenomenologi. Tahun 1887 Husserl berpindah
agama menjadi Kristen dan bergabung dengan gereja Lutheran. Dia mengajar
filsafat di Halle sebagai seorang tutor (private dosen) di Tahun 1887, lalu di
Gottingen sebagai professor pada tahun 1901. Dan di Freiburg Im Breisgau dari
tahun 1916 hingga ia pension pada tahun 1928. Setelah itu ia melanjutkan
penelitiannya dan menulis dengan menggunakan perpustakaan di Freiburg. Hingga
kemudian dia dilarang menggunakan perpustakaan tersebut oleh rektor setempat,
karena ia keturunan yahudi. Husserl meninggal dunia di Freiburg pada tanggal 27
April 1938 dalam usia 79 tahun akibat penyakit Dnenomonia.
B.
Pengertian Pendekatan Penomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata
pahainomenon (gejala/fenomena).
Fenomenologi juga berarti ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang
tampak (phainomenon). Jadi, fenomenologi itu mempelajari apa yang tampak atau apa
yang menampakkan diri
Dalam KBBI fenomenologi adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran
dan pengenalan diri manusia sbg ilmu yg mendahului filsafat.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fenomenologi adalah imu
pengetahuan yang tentang apa yang tampak megenai suatu gejala-gejala atau
fenomena yang pernah menjadi pengalaman manusia yang bisa dijadikan tolak ukur
untuk mengadakan suatu penelitian kualitatif.
C.
Penelitian dalam Fenomenologi.
Fenomenologi merupakan strategi
penelitian di mana di dalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman
manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup
manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode penelitian yang
prosedur-prosedurnyamengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah subjek
denganterlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk mengembangkan
pola-pola dan relasi-relasi makna. Dalam Proses ini, peneliti mengesampingkan
terlebihdahulu pengalaman-pengalaman pribadinya agar ia dapat memahami
pengalaman-pengalaman partisipan yang ia teliti.
Dalam
bukunya Hasserl yang di kutip oleh Marliana dalam sekripsinya, Penelitian
pertama dalam fenomenologi belum sanggup membuat fenomena itu mengungkapkan
hakikat gejala yang ada. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan kedua yang
disebut pengamatan intuitif.
Pengamatan
intuitif harus melewati tiga tahap reduksi atau penyaringan, yaitu reduksi
fenomenologis, reduksi eidetis, dan reduksi transedental. Dengan penjelasan
dibawah ini:
1.
Reduksi fenomenologis ditempuh dengan
menyisihkan atau menyaring pengalaman pengamatan pertama yang terarah kepada
eksistensi fenomena. Pengalaman inderawi tidak ditolak, tetapi perlu disisihkan
dan disaring lebih dulu sehingga tersingkirlah segala prasangka, praanggapan,
dan prateori baik yang berdasar keyakinan tradisional maupun yang berdasarkan
keyakinan agamis, bahkan seluruh keyakinan dan pandangan yang telah dimiliki
sebelumnya. Segala sesuatu yang diketahui dan dipahami lewat pengamatan biasa
terhadap fenomena itu harus diuji sedemikian rupa dan tidak boleh diterima
begitu saja. Hal yang utama adalah menyingkirkan subjektivitas yang merupakan
penghambat bagi fenomena itu dalam mengungkapkan hakikat dirinya.
2.
Reduksi eidetis adalah upaya untuk menemukan eidos atau hakikat fenomena yang tersembunyi.
Segala sesuatu yang dianggap sebagai fenomena harus disaring untuk menemukan
hakikat yang sesungguhnya dari fenomena itu. Segala sesuatu yang dilihat harus
dianalisis secara cermat dan lengkap agar tidak ada yang terlupakan. Perhatian
pengamat harus senantiasa terarah kepada isi yang paling fundamental dan segala
sesuatu yang bersifat paling hakiki.
3.
Reduksi transendental berarti menyisihkan dan
menyaring semua hubungan antar fenomena yang diamati dan fenomena lainnya.
Pengalaman merupakan hal yang harus disisihkan karena merupakan bagian dari
kesadaran empiris. Reduksi transendental harus menemukan kesadaran murni dengan
menyisihkan kesadaran empiris sehingga kesadaran diri tidak lagi berlandaskan
pada keterhubungan dengan fenomena lainnya.
Dan Husserl dalam tulisan Cokro Aminoto juga masih membagi
komponen-komponen transendental menjadi beberapa konsep dalam melakukan
penilitian.
Komponen koseptual dalam fenomenologi dari Husserl transendental terdiri
dari:
1.
Kesengajaan.
Kesengajaan (intentionality) adalah
orientasi pikiran terhadap suatu objek (sesuatu) yang menurut Husserl, objek
atau sesuatu tersebut bisa nyata atau tidak nyata. Objek nyata seperti
sebongkah kayu yang dibentuk dengan tujuan tertentu dan kita namakan dengan
kursi. Objek yang tidak nyata misalnya konsep tentang tanggung jawab,
kesabaran, dan konsep lain yang abstrak atau tidak real. Husserl menyatakan
bahwa kesengajaan sangat terkait dengan kesadaran atau pengalaman seseorang
dimana kesengajaan atau pengalaman tersebut dipengaruhi oleh faktor kesenangan
(minat), penilaian awal, dan harapan terhadap objek. Misalnya minat terhadap
bola akan menentukan kesengajaan untuk menonton pertandingan sepak bola.
2.
Noema dan noises
Noema atau
noesis merupakan turunan dari kesengajaan atau intentionality. Intentionality
adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman individu memiliki sisi
obyektif dan subyektif. Jika akan memahami, maka kedua sisi itu harus
dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang bisa dilihat,
didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun sesuatu yang masih akan dipikirkan
(ide). Sedangkan sisi subyektif (noesis) adalah tindakan yang dimaksud
(intended act) seperti merasa, mendengar, memikirkan dan menilai ide.
Terdapat kaitan yang erat antara noema dan noesis meskipun keduanya sangat berbeda
makna. Noema akan membawa pemikiran kita kepada noesis. Tidak akan ada noesis
jika kita tidak mengawalinya dengan noema. Begini mudahnya, kita tidak akan tahu
tentang bagaimana rasanya menikmati buah durian (noesis karena ada aspek
merasakan, sebagai sesuatu atau objek yang abstrak) jika kita sendiri belum
mengetahui seperti apa wujud durian (noema karena berkaitan dengan wujud,
sebagai sesuatu atau objek yang nyata).
3.
Intuisi
Intuisi yang
masuk dalam unit analisis Husserl ini dipengaruhi oleh intuisi menurut
Descrates yakni kemampuan membedakan “yang murni” dan yang diperhatikan dari
the light of reason alone (semata-mata alasannya). Intuisilah yang membimbing
manusia mendapatkan pengetahuan. Bagi Husserl, intuisilah yang menghubungkan
noema dan noesis. Inilah sebabnya fenomenologi Husserl dinamakan fenomenologi
transendental, karena terjadi dalam diri individu secara mental (transenden).
4.
Intersubjektif
Makna ini dijabarkan oleh Schutz. Bahwa makna
intersubjektif ini berawal dari konsep ‘sosial’ dan konsep ‘tindakan’. Konsep
sosial didefinisikan sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep
tindakan didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif. Akan
tetapi, makna subjektif tersebut bukan berada di dunia privat individu
melainkan dimaknai secara sama dan bersama dengan individu lain. Oleh
karenanya, sebuah makna subjektif dikatakan intersubjektif karena memiliki
aspek kesamaan dan kebersamaan (common and shared).
Pendekatan fenomenologis
juga harus ada kerangka pemikiran dalam penelitian diantaranya yaitu :
a.
Pengamatan yaitu suatu replika dari benda di luar manusia yang intrapsikis,
dibentuk berdasar rangsang-rangsang dari obyek.
b.
Imajinasi yaitu suatu perbuatan (act) yang melihat suatu obyek yang absen
atau sama sekali tidak ada melalui suatu isi psikis atau fisik yang tidak
memberikan dirinya sebagai diri melainkan sebagai representasi dari hal yang
lain. Dunia imajinasi berdasra aktivitas suatu kesadaran.
c.
Berpikir secara abstrak. Bidang yang sangat penting dalam hidup psikis
manusia ialah pikiran abstrak. Aristoteles berpendapat bahwa pikiran abstrak
berdasarkan pengamatan; tak ada hal yang dapat dipikirkan yang tidak dulu menjadi
bahan pengamatan. Dengan menghilangkan ciri-ciri khas (abstraksi) terjadi
kumpulan ciri-ciri umum, yaitu suatu ide yang dapat dirumuskan dalam suatu
defenisi.
d. Merasa/menghayati. Merasa
ialah gejala lain dari kesadaran mengalami. Pengalaman tidak disadari dengan
langsung, sedangkan perasaan biasanya disadari. Merasa ialah gejala yang lebih
dekat pada diri manusia daripada pengamatan atau imajinasi.
Penelitian
dengan berdasarkan fenomenologi harus melihat objek penelitian dalam suatu konteks
naturalnya. Artinya seorang peneliti kualitatif yang menggunakan dasar
fenomenologi melihat suatu peristiwa tidak secara parsial, lepas dari konteks
sosialnya karena satu fenomena yang sama dalam situasi yang berbeda akan pula
memiliki makna yang berbeda pula. Untuk itu dalam mengobservasi data lapangan,
seorang peneliti tidak dapat melepas konteks atau situasi yang menyertainya.
Dengan kalimat yang dikutip dari Muhajir (1990) oleh Muhammad Idrus, Muhajir
menggunakan penelitian dengan menggunakan model fenomenologi menuntut besarnya
subjek penelitian dengan subjek pendukung objek penelitian. Dengan demikian,
metode penelitian dengan berlandaskan fenomenologi mengakui adanya empat
kebenaran, yaitu: kebenaran empiris yang terindra, kebenaran empiris logis,
kebenaran empiris etik, dan kebenaran transendental.
Jadi dari
keempat kebenaran ini tidak bisa dihapuskan dalam penelitian fenomenologi.
IV.
KESIMPULAN
Tokoh dari pendekatan Fenomenologi adalah Hasserl. Dialah pencetus
dari pendekatan tersebut.
Fenomenologi adalah imu pengetahuan yang tentang apa yang tampak
megenai suatu gejala-gejala atau fenomena yang pernah menjadi pengalaman
manusia yang bisa dijadikan tolak ukur untuk mengadakan suatu penelitian
kualitatif.
Fenomenologi merupakan strategi penelitian di mana di
dalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman
manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup
manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode penelitian yang
prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah subjek
dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk
mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi makna.
Dengan
demikian, metode penelitian dengan berlandaskan fenomenologi mengakui adanya
empat kebenaran, yaitu: kebenaran empiris yang terindra, kebenaran empiris
logis, kebenaran empiris etik, dan kebenaran transcendental.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah semata-mata karena kekurangan penulis. Penulis sadar dalam penyajian makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan guna untuk kesempurnaan makalah ini agar kedepannya menjadi yang lebih
baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua yang membaca. Amin.
Marliana, Skripsi (Konsep
Diri Remaja Yang Pernah Mengalami