Senin, 02 Februari 2015

EDUCATION GAMES DALAM PEMBELAJARAN (PAI) PADA ANAK PRASEKOLAH

I.        Pendahuluan
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Dengan kata lain, masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak kita (Slamet Suyanto, 2005: 2). Oleh karena itu pendidikan hendaknya dilakukan pada anak sejak usia dini yang dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak, maka suasana kehidupan rumah tangga (Suami-Istri) juga harus memperhatikan kebutuhan anak dalam menciptakan suasana emosional yang baik.
Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab keluarga dalam pembentukan anak-anak yang kreatif, maka orang tua harus dapat memenuhi kasih sayang serta menjaga dan mengembangkan potensi dasar kreatifitas anak. Orang tua juga harus dapat memberikan perhatian yang penuh terhadap hal-hal yang dapat mendukung anak melakukan kegiatan kreatif.. Selain dalam keluarga pendidikan pada Taman Kanak-Kanak (TK) menjadi tempat pertama pada anak-anak memperoleh pendidikan formal dan menjadi dasar bagi pendidikan yang lain. Di tempat ini, anak lebih cepat mendapatkan pengaruh dan lebih mudah dibentuk pribadinya (A. Aziz Abdul Majid, 2001: 4). Karena di tempat ini pendidikan yang mereka terima bukan saja dari kita sebagai orang tua,  melainkan juga berasal dari guru TK-nya (M. Sahlan Syafei,  2002: 68)
Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Guru dan orang tua kerap mengajarkan anak sesuai dengan jalan pikiran orang dewasa. Akibatnya apa yang diajarkan oleh orang tua sulit diterima anak. Gejala itu antara lain tampak dari banyaknya hal yang disukai oleh anak, tetapi dilarang oleh orang tua. Begitu juga sebaliknya. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebenarnya jalan pikiran anak berbeda dengan jalan pikiran orang dewasa. Untuk itu, orang tua dan guru perlu memahami hakikat perkembangan anak agar dapat memberikan pendidikan yang sesuai dengan jalan pikiran anak[1].
Karena alasan tersebut, belajar sambil bermain tampaknya merupakan strategi yang tepat bagi anak-anak dalam belajar. Pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan dan demokratis akan lebih menarik anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk tenang mendengarkan ceramah gurunya, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan orang di lingkungannya, baik secara fisik maupun mental.[2] Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan anak. Karena bermain adalah keinginan anak secara alamiah. Mainan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Kadang-kadang anak lebih mementingkan bermain dari pada makan dan minum ( Ahmad Tafsir, 2005: 172). Menurut Vigotsky sebagaimana dikutip oleh Ratna Megawangi dkk :

“Bermain dan aktifitas yang konkrit dapat memberikan momentum yang alami bagi anak untuk belajar sesuatu yang sesuai dengan tahap perkembangan umurnya ( age-appropriate), dan kebutuhan spesifik anak ( individual needs)”( Ratna Megawangi, 2004: 7)

Idealnya, anak juga dikenalkan dengan berbagai jenis permainan, baik yang lama maupun yang baru. Manfaatnya adalah, mendidik anak untuk mampu memilih dan membedakan apa yang ia butuhkan. Agar anak mampu memilih, orang tua dituntut mengkomunikasikan mainan apa yang boleh dibeli dan tidak boleh dibeli, dilengkapi dengan alasan-alasan yang masuk akal. Cara ini secara tidak langsung juga melatih anak untuk dapat menjadi dirinya sendiri. Ia tidak mudah terpengaruh bujukan mainan yang sedang trend namun kurang bermanfaat. Oleh karenanya, dalam memilih permainan sebaiknya orang tua dan guru tidak asal memilih, tetapi harus memperhatikan unsur edukatif yang terdapat dalam permainan tersebut[3]
II.     Permasalahan
Dari uraian diatas maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana konsep Education Games ?
2.      Bagaimana Education Games dalam pembelajaran PAI  pada anak prasekolah?

III.  Pembahasan
1.      Konsep Education Games
a.       Pengertian
Education berarti pendidikan (John M. Echols, 2005: 207), Sedangkan games berarti permainan atau mainan (Peter Salim, 1996: 762) Education games biasanya sering disebut dengan permainan edukatif. Permainan merupakan sebuah aktifitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu, ruang atau berolah raga ringan.[4] Permainan adalah suatu keasyikan tanpa paksaan. Permainan edukatif yaitu suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik. Permainan edukatif juga dapat berarti sebuah bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan dari cara atau alat pendidikan yang digunakan dalam cara bermain. Disadari atau tidak permainan itu memiliki muatan pendidikan yang dapat bermanfaat dalam mengembangkan diri secara seutuhnya.[5]

b.      Esensi bermain
Pentingnya bermain bagi perkembangan kepribadian anak telah diakui kebenarannya secara universal. Bermain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dewasa maupun anak-anak. Kesempatan bermain dan rekreasi akan memberikan kegembiraan serta kepuasan emosional tersendiri, karena bermain merupakan kegiatan spontan dan kreatif, yang dengannya seseorang menemukan aspirasi diri secara sepenuhnya.[6] Meskipun bentuk permainan anak-anak dari seluruh dunia dari waktu ke waktu berbeda-beda, tampaknya esensinya tetap sama :


1.      Aktif
2.      Menyenangkan
3.      Motivasi Intrinsik
4.      Memiliki Aturan
5.      Simbolis dan berarti
c.       Manfaat permainan edukatif
Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna bagi anak. Misalnya, untuk memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan sesama teman, menanamkan perbendaharaan kata, dan menyalurkan perasaan-perasaan tertekan. Menurut Mayke S. Tedja Saputra, M.Si. Manfaat permainan edukatif bagi perkembangan anak yaitu:
1.      Melatih kemampuan motorik
2.      Melatih konsentrasi
3.      Mengenalkan konsep sebab akibat
4.      Melatih bahasa dan wawasan. [7]
Slamet Suyanto membagi manfaat bermain dalam lima ranah, yaitu:
1.      Kemampuan Motorik
2.      Kemampuan Kognitif
3.      Kemampuan Afektif
4.      Kemampuan Bahasa
5.      Kemampuan Sosial.[8]
Ditinjau sebagai sebuah kegiatan yang mendidik, bermain harus dapat diarahkan untuk dapat menghasilkan perubahan sikap. Dengan bermain diharapkan daya pikir, cipta, bahasa dan ketrampilan dan jasmani anak-anak dapat berkembang maksimal.

d.      Fungsi Permainan Edukatif
Permainan edukatif itu dapat berfungsi sebagai berikut:
1.Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar
2.Merangsang perkembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar dapat menimbulkan sikap mental serta akhlak yang baik
3.Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman dan menyenangkan
4.Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak.[9]
B.     Pembelajaran PAI pada Anak Prasekolah
1.      Pengertian
Pembelajaran dalam bahasa inggris adalah “learning”.[10] Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tujuan pengajaran  (Oemar Hamalik, 2001: 51)
 proses pembelajaran yang dilakukan harus mampu memberikan jaminan ke arah tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu untuk mendorong para siswa agar dapat berfikir dan bertindak secara mandiri kreatif dan mampu beradaptasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan semua bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Pendidikan merupakan dasar bagi perkembangan kehidupan  manusia, karena pendidikan memegang tali kendali kehidupan terutama pendidikan agama Islam dipandang sebagai upaya pembinaan mental, akhlak, dan rohani seseorang serta berperan langsung dalam pembentukan kualitas keimanan dan ketaqwaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mustafa Al-Ghulayani dalam kitabnya “’Idzatun Nasyi’in” :
أَََمَّا التَّربِيَّةُ غَرْسٌ تُصْبِحُ اْلأَخْلاَقُ الْفَاضِلَةُ فِيْ نُفُوْسِ النَّاشِئِيْنَ، وَسَقْيُهَا بِمَاءِ اْلإِرْشَادِ وَالنَّصِيْحَةِ حَتَّى تُصْبِحَ مَلِكَةً مِنْ مَلِكَاتِ النَّفْسِ، ثُمَّ تَكُوْنَ ثَمْرَتُهَا الْفَضِيْلَةَ وَالْخَيْرَ وَالْحُبَّ وَالْعَمَلَ لِنَفْعِ الْوَطَنِ.
“Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia terhadap anak-anak dan berbagai petunjuk dan nasehat sehingga tertanam lah watak yang baik kemudian berakhlak yang utama baik berupa cinta beramal untuk kepentingan tanah air” (Mustafa Al-Ghulayani, 1913: 189).

Pendidikan agama adalah usaha untuk membimbing ke arah pertumbuhan kepribadian peserta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan akhirat (Zukairini dkk, 1993: 11). Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila di singkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[11]
Pendidikan agama Islam yakni upaya mendidikkan agama Islam  atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang yang diwujudkan melalui  segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan atau menumbuhkembangkan ajaran-ajaran Islam dan nilai-nilainya (Muhaimin dkk, 2002: 30). Jadi secara umum pengertian pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik  untuk mengenal, memahami, menghayati sampai mengimani ajaran agama Islam serta diiringi untuk menghormati penganut agama lain dan hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama sehingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut Soemiati Padmonodewo, yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah anak yang mengikuti program pendidikan prasekolah atau Kindergarteen. Yang di Indonesia sendiri pada umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak (TPA) usia 3 bulan-5 tahun dan kelompok bermain (Play group) usia 3 tahun, sedangkan program TK 4-6 tahun (Soemiati Padmonodewo, 2000: 19).Menurut Mansur, anak prasekolah adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan pengembangan. Dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan, inteligensi, sosial emosional, bahasa dan komunikasi khusus ([1] Mansur, 2005: 88). Masa prasekolah ini merupakan masa pertumbuhan dan masa yang sangat menyenangkan bagi seorang anak, untuk itu sebagai orang tua harus dapat mengamati watak dan teknik apa yang tepat yang dapat digunakan untuk membimbingnya. Masa prasekolah adalah masa belajar pada dunia nyata yaitu dunia tiga dimensi. Dengan kata lain masa ini adalah masa “time for play
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PAI pada anak prasekolah adalah proses pendidikan yang dilakukan pada anak dalam masa pertumbuhan (usia 3-6 tahun) yang memfokuskan untuk mempelajari agama islam agar memiliki kepribadian yang mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran islam sehingga menguasai tiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang berkaitan dengan masalah islam.

2.      Tujuan dan Fungsi
Pada hakekatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara continue dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat (Samsul Nizar, 2002: 32). Suatu tujuan  yang hendak dicapai oleh pendidikan hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriahnya. Jika berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan identitas islami (Muzayyin arifin, 2003: 108). Sejalan dengan hal tersebut, maka pendidikan agama islam  sudah semestinya berusaha untuk membentuk perilaku anak didik agar sesuai dengan ajaran agama islam dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, yaitu sosok individu yang memiliki keimanan kuat, komitmen, berakhlak mulia dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya.
Pendidikan agama pada dasarnya memiliki dua tujuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, yaitu meningkatkan keberagamaan peserta didik dan mengembangkan sikap toleransi hidup antar umat beragama (Chabib Thoha dkk, 1999: 13). Menurut Muhammad Al-Abrasi, tujuan pendidikan islam secara umum ialah :
a.      Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b.      Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c.      Persiapan mencari rezeki pemeliharaan segi-segi kemanfaatan,
d.     Menumbuhkan manfaat-manfaat ilmiah (scientific spirit) pada pelajar.
e. Menyiapkan pelajar dari segi professional dan teknis ([1] Muhammad Al Abrasi, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1970), hlm 1-4
.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah taabud, beribadah dan menyembah kepada Allah. Ini jelas diketahui dari ayat 56, Surat Al-Dzariyat yang artinya :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Sebagai hamba Allah yang telah berserah kepada Khalik-nya, ia adalah hamba-Nya yang berilmu pengetahuan dan beriman secara bulat, sesuai kehendak pencipta-Nya, agar terealisasi cita-cita yang terkandung dalam kalimat ajaran Allah (H. M. Arifin, 2003: 28) :
إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 “Sesungguhnya shalatku dan ibadahku dan hidupku serta matiku hanya untuk Allah, pendidik sekalian alam”

Sedangkan fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas dan pendidikan Islam tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan yang bersifat struktural dan institusional. Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.[12] Dari beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mencapai suatu keseimbangan pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indra, sehingga memiliki kepribadian yang utama. Tujuan pendidikan pada anak prasekolah secara umum adalah untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan demikian bahwa pendidikan agama islam pada anak prasekolah bertujuan untuk menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan membina budi pekerti yang luhur pada diri anak, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan taat pada Rasul-Nya.
3.      Ruang Lingkup
Bagi umat Islam maka dasar utama agama Islam merupakan pondasi utama dari keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dalam hubungan-hubungannya dengan Khalik-nya yang diatur dalam ubudiyah, juga dalam hubungannya dengan sesamanya yang diatur dalam mu’amalah dan aturan budi pekerti yang baik ([1]Zuhairini, et. 1995: 155). Urutan prioritas pendidikan Islam dalam upaya pembentukan kepribadian muslim meliputi :
a.       Pengajaran Keimanan kepada Allah SWT
Iman berarti  percaya. Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang berbagai  aspek kepercayaan. Dalam hal ini tentu saja kepercayaan menurut ajaran Islam (Zakiyah Darajat dkk, 1995: 63-64). Aqidah adalah bersifat I'tiqad batin, mengajarkan keesaan Allah, Esa sebagai tuhan yang menciptakan, mengatur dan meniadakan alam ini.[13] Makna aqidah adalah iman, keyakinan. Karena itu, akidah selalu ditautkan dengan rukun iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam, yaitu :
a.      Iman (percaya) kepada Allah
b.      Iman (percaya) kepada para malaikat
c.      Iman (percaya) kepada kitab suci
d.     Iman (percaya) kepada nabi dan rasul
e.      Iman (percaya) kepada hari akhir
f. Iman (percaya) kepada qadha dan qadar  (M. Daud Ali,  2000; 134)
Oleh karena itu pendidikan yang pertama dan utama yang dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik.[14] Satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh guru bahwa pengajaran keimanan itu lebih banyak berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perasaan. Nilai pembentukan yang diutamakan dalam mengajar adalah keaktifan fungsi-fungsi jiwa (pembentukan fungsional). Pengajaran lebih bersifat efektif. Murid jangan terlalu dibebani dengan hafalan-hafalan atau hal-hal yang lebih bersifat pikiran, terutama di sekolah rendah. Yang penting, anak diajarkan supaya menjadi orang beriman bukan ahli pengetahuan tentang keimanan.[15]

b.      Pengajaran Akhlak
Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan juga usaha membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antara sesamanya. Akhlak yang secara etimologis merupakan bentuk jamak (plural) dari kata khuluqun diartikan sebagai perangai atau budi pekerti, gambaran batin, tabiat, atau karakter.[16]

Akhlak merupakan pokok esensi ajaran islam pula –disamping aqidah dan syari’ah- karena dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa seseorang. Dengan akhlak dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang sebenarnya. Sehingga inti yang hakiki misi Muhammad SAW, adalah pembinaan pada akhlak manusia.
Syamsu Yusuf L N mengatakan bahwa anak-anak perlu diarahkan atau dilatih tentang kebiasaan melakukan akhlakul karimah seperti :
1.      Mengucapkan salam
2.      membaca basmalah pada saat akan mengerjakan sesuatu
3.      Membaca hamdalah pada saat mendapatkan kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu.
4.      Menghormati orang lain
5.      memberi shodaqoh/zakat
6.Memelihara kebersihan (kesehatan) baik diri sendiri maupun lingkungan (seperti mandi, menggosok gigi dan membuang sampah pada tempatnya) (Syamsu Yusuf L N,  2001: 177).
c.       Pengajaran Ibadah
Ibadah, menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut dan doa.[17] Ibadah dalam arti taat atau menaati (perintah) diungkapkan Allah dalam al Qur’an, antara lain dalam Surat Yasin ayat 60 :
اَلَمْ أَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يَآبَنِيْ آدَمَ أَنْ لاَ تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”[18]

Dalam pengertian yang luas, ibadah itu ialah segala bentuk pengabdian yang ditujukan kepada Allah semata yang diawali oleh niat. Ada bentuk pengabdian itu yang secara tegas digariskan oleh syari’at Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan ada pula yang tidak digariskan syarat pelaksanaannya dengan tegas, tetapi diserahkan kepada yang melakukannya asal saja prinsip ibadahnya tidak ketinggalan, seperti bersedekah, membantu orang lain yang membutuhkan dan sebagainya. Ibadah dalam arti yang khusus ialah suatu pengabdian yang sudah digariskan oleh syari’at Islam, baik bentuknya, caranya, waktunya, serta syarat dan rukunnya, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.[19]
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam pengajaran ibadah ini ialah kegiatan yang mendorong supaya yang diajar terampil melakukan ibadah itu, baik dari segi kegiatan anggota badan ataupun dari segi bacaan. Ringkasnya yang diajar itu dapat melakukan ibadah dengan mudah. Selanjutnya, mendorong agar ia senang melakukan ibadah itu. Pengajaran ibadah bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan tentang ibadah saja, tetapi yang lebih penting lagi ialah dapat beribadah dengan baik dan senang melakukan ibadah itu, terutama ibadah wajib sehari-hari seperti sholat, bersuci, puasa dan lain-lain. Karena pengajaran ibadah itu termasuk dalam ruang lingkup pengajaran agama, maka rasa keagamaan lah yang perlu ditanamkan lebih dahulu dari materi ibadah itu sendiri. Sebaiknya dalam pelaksanaan pengajaran ibadah ini, situasi keagamaan lah yang diciptakan lebih dahulu, karena dengan situasi itu proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan baik.[20]
d.      Pengajaran Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai mu’jizat, membacanya dianggap ibadah dan sumber utama ajaran islam. Ruang lingkup pengajaran Al-Qur’an ini lebih banyak berisi pengajaran ketrampilan khusus yang memerlukan banyak latihan dan pembiasaan. Pengajaran Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan pengajaran membaca dan menulis di sekolah dasar, karena dalam Pengajaran Al-Qur’an, anak-anak belajar huruf-huruf dan kata-kata yang tidak mereka pahami artinya. Pengajaran Al-Qur’an pada tingkat pertama berisi pengenalan huruf hija’iyah dan kalimah (Kata).[21] Selain itu anak-anak juga dilatih untuk menghafalkan al-Qur’an berupa surat-surat pendek. Adapun surat-surat pendek yang dihapalkan dimulai dari surat Al-Fatihah, Al-ikhlas, An-Nas dan seterusnya.


e.       Doa sehari-hari
Selain pengajaran keimanan, akhlak dan ibadah, hal yang tidak kalah penting untuk diajarkan pada anak-anak adalah doa sehari-hari. Karena doa merupakan penghubung  sekaligus pengokoh bagi keimanan anak pada Allah SWT. Adapun materi doa yang perlu diberikan kepada anak antara lain ; doa sebelum dan sesudah makan, doa keluar  rumah, doa sebelum dan sesudah tidur, doa untuk kedua orang tua, doa kebahagiaan dunia akhirat.[22] Selain doa diatas anak juga perlu dilatih berdzikir yang juga merupakan doa shalat seperti tahmid, tasbih, istighfar, takbir dan lain-lain.
C.     Permainan Edukatif  Dalam pembelajaran PAI pada anak prasekolah
Seorang pendidik yang kaya akan permainan dan kreatif akan mudah akrab dengan anak didiknya. Namun hal ini belum menjamin bahwa ia akan berhasil membawa anak didiknya mencapai tujuan pendidikan dengan sempurna. Oleh karena itu seorang guru masih dituntut untuk mampu memilih media pendidikan (berupa permainan) apa yang dapat dipakai dan efektifitas untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang diinginkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan diingat dalam memilih permainan sebagai media antara lain:
1.      Keselarasan materi dengan jenis permainan
2.      Kondisi anak didik
3.      Kondisi lingkungan atau tempat mengajar
4.      Kegiatan terdahulu atau variasi permainan.[23]
Beberapa contoh permainan yang dapat dijadikan media dalam pembelajaran PAI, adalah:
1.      Kegiatan Dinamis Klasikal (KDK), antara lain: Menebar salam, kata berantai, permainan menangkap mahluk Allah, Permainan kartu menyambung kata, Memberi dan menerima, Aneka permainan tepuk, permainan puzzle hija'iyah, jam shalat, raihlah/tadabbur alam dan sebagainya.
2.      Kegiatan Kreatif Mandiri (KKM) misalnya, mengarang cerita dan teka-teki islam.[24]
Aktivitas permainan yang dilakukan antara guru dan siswa adalah dengan bermain peran ataupun menggunakan alat-alat permainan Alat permainan adalah segala macam sarana yang bisa merangsang aktifitas yang membuat anak senang. Sedangkan alat permainan edukatif yaitu alat bermain yang dapat meningkatkan fungsi menghibur dan fungsi mendidik. Artinya alat permainan edukatif adalah sarana yang dapat merangsang aktifitas anak untuk mempelajari sesuatu tanpa menyadarinya, baik menggunakan teknologi modern maupun teknologi sederhana bahkan bersifat tradisional.
Dalam memilih alat dan perlengkapan bermain dan belajar anak untuk kegiatan kreatif  anak, pendidik dan orang tua sebaiknya memperhatikan ciri-ciri peralatan yang baik. Ciri-ciri peralatan yang baik antara lain:[25]
a.       Desain mudah dan sederhana
b.      Menarik
c.       Sesuai dengan kebutuhan
d.      Tidak membahayakan
e.       Mendorong anak untuk bermain bersama
f.       Bahan murah dan mudah diperoleh
Diantara alat permainan yang dapat digunakan adalah
a.       puzzle hija'iyah
b.      Kartu menyambung kata
c.       Replika masjid
d.      Ilustrasi
Selain itu permainan bisa juga dilakukan tanpa menggunakan alat, artinya anak dan pendidik ikut berperan langsung dalam permainan yang akan dilakukan, Mereka hanya membagi tugas masing-masing. Jadi permainan ini bersifat spontan tanpa harus membutuhkan alat-alat yang berwujud. Misalnya Menebar salam, aneka kisah islami, tadabbur alam, permainan tepuk, kata berantai dan sebagainya



IV.  Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat penulis disimpulkan bahwa :
1.      Belajar sambil bermain merupakan strategi yang tepat bagi anak-anak dalam belajar karena Pembelajaran yang menyenangkan, Menggembirakan dan demokratis akan lebih menarik anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran
2.      Adalah sebuah alternatif yang bisa digunakan oleh orang tua maupun pendidik dalam proses pembelajaran pembelajaran pada anak dengan menggunakan permainan yang memiliki muatan pendidikan yang bermanfaat dalam mengembangkan potensi diri anak. Karena permainan edukatif merupakan sebuah bentuk kegiatan mendidik yang dilakukan dengan menggunakan cara atau alat permainan yang mendidik pula. Permainan edukatif dapat digunakan dalam pembelajaran materi-materi umum maupun agama, tentunya dengan berbagai variasi dalam bentuk permainannya. Hal ini terbukti lebih memberikan motivasi pada anak untuk belajar karena suasana menjadi lebih menyenangkan.
V.     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Tentu saja dalam menyampaikan makalah kami terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.





DAFTAR PUSTAKA

Al Abrasi, Muhammad, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1970)
Al-Ghulayani, Mustafa, ’Idzatun Nasyi’in, (Pekalongan : Maktabah raja Murah, 1913)
Ali, M. Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000)
Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner), (Jakarta : Bumi Aksara, 2003)
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003)
Darajat, Zakiyah, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), Cet. 1
Echols, John M., (education), Kamus Inggris Indonesia Dictionary, (Jakarta: Gramedia, 2005)
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Cet.3
Ismail, Andang, Education Games (Menjadi Cerdas Dan Ceria Dengan Permainan Edukatif), (Yogyakarta: Pilar Media, 2006
LN., Syamsu Yusuf, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001)
Majid, A. Aziz Abdul, Mendidik Anak Dengan Cerita, (Bandung : Rosda Karya, 2001)
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
Megawangi, Ratna, (ed), Pendidikan Yang Patut dan Menyenangkan, (Jakarta: Indonesia Heritage Foundation, 2004)
Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di sekolah), (Bandung : Rosda Karya, 2002)
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan histories, teoritis dan praktis), (Jakarta :Ciputat Pers, 2002), Cet.1
Padmonodewo, Soemiati, Pendidikan anak prasekolah, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000)
Salim, Peter, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Modern English Press, 1996)
Suyanto, Slamet, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Hikayat, 2005), Cet. 1
Syafei, M. Sahlan, Bagaimana Anda Mendidik Anak, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002)
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2005), Cet. 6
Thoha, Chabib, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999)
Zuhairini, et. al., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 1995), cet. 2,
Zuhairini, et. al, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar