EDUCATION GAMES
DALAM PEMBELAJARAN (PAI) PADA ANAK PRASEKOLAH
I.
Pendahuluan
Anak-anak adalah generasi penerus
bangsa. Dengan kata lain, masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan
yang diberikan kepada anak-anak kita (Slamet Suyanto, 2005: 2). Oleh karena itu
pendidikan hendaknya dilakukan pada anak sejak usia dini yang dapat dilakukan
dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Keluarga merupakan tempat pendidikan
pertama dan utama bagi anak, maka suasana kehidupan rumah tangga (Suami-Istri)
juga harus memperhatikan kebutuhan anak dalam menciptakan suasana emosional
yang baik.
Mengingat
pentingnya tugas dan tanggung jawab keluarga dalam pembentukan anak-anak yang
kreatif, maka orang tua harus dapat memenuhi kasih sayang serta menjaga dan
mengembangkan potensi dasar kreatifitas anak. Orang tua juga harus dapat
memberikan perhatian yang penuh terhadap hal-hal yang dapat mendukung anak
melakukan kegiatan kreatif.. Selain dalam keluarga pendidikan pada Taman
Kanak-Kanak (TK) menjadi tempat pertama pada anak-anak memperoleh pendidikan
formal dan menjadi dasar bagi pendidikan yang lain. Di tempat ini, anak lebih
cepat mendapatkan pengaruh dan lebih mudah dibentuk pribadinya (A. Aziz Abdul
Majid, 2001: 4). Karena di tempat ini pendidikan yang mereka terima bukan saja
dari kita sebagai orang tua, melainkan
juga berasal dari guru TK-nya (M. Sahlan Syafei, 2002: 68)
Anak usia dini belajar dengan caranya
sendiri. Guru dan orang tua kerap mengajarkan anak sesuai dengan jalan pikiran
orang dewasa. Akibatnya apa yang diajarkan oleh orang tua sulit diterima anak.
Gejala itu antara lain tampak dari banyaknya hal yang disukai oleh anak, tetapi
dilarang oleh orang tua. Begitu juga sebaliknya. Fenomena tersebut membuktikan
bahwa sebenarnya jalan pikiran anak berbeda dengan jalan pikiran orang dewasa.
Untuk itu, orang tua dan guru perlu memahami hakikat perkembangan anak agar
dapat memberikan pendidikan yang sesuai dengan jalan pikiran anak[1].
Karena alasan tersebut, belajar
sambil bermain tampaknya merupakan strategi yang tepat bagi anak-anak dalam
belajar. Pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan dan demokratis akan
lebih menarik anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak
tidak hanya duduk tenang mendengarkan ceramah gurunya, tetapi mereka aktif
berinteraksi dengan berbagai benda dan orang di lingkungannya, baik secara
fisik maupun mental.[2] Bermain
adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan anak. Karena bermain adalah
keinginan anak secara alamiah. Mainan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.
Kadang-kadang anak lebih mementingkan bermain dari pada makan dan minum ( Ahmad
Tafsir, 2005: 172). Menurut Vigotsky sebagaimana dikutip oleh Ratna Megawangi
dkk :
“Bermain dan aktifitas yang konkrit dapat memberikan
momentum yang alami bagi anak untuk belajar sesuatu yang sesuai dengan tahap
perkembangan umurnya ( age-appropriate), dan kebutuhan spesifik anak ( individual
needs)”( Ratna Megawangi, 2004: 7)
Idealnya, anak juga dikenalkan dengan berbagai jenis
permainan, baik yang lama maupun yang baru. Manfaatnya adalah, mendidik anak
untuk mampu memilih dan membedakan apa yang ia butuhkan. Agar anak mampu
memilih, orang tua dituntut mengkomunikasikan mainan apa yang boleh dibeli dan
tidak boleh dibeli, dilengkapi dengan alasan-alasan yang masuk akal. Cara ini
secara tidak langsung juga melatih anak untuk dapat menjadi dirinya sendiri. Ia
tidak mudah terpengaruh bujukan mainan yang sedang trend namun kurang
bermanfaat. Oleh karenanya, dalam memilih permainan sebaiknya orang tua dan
guru tidak asal memilih, tetapi harus memperhatikan unsur edukatif yang
terdapat dalam permainan tersebut[3]
II.
Permasalahan
Dari uraian diatas maka penulis mengangkat permasalahan sebagai
berikut :
1.
Bagaimana konsep Education
Games ?
2.
Bagaimana Education Games
dalam pembelajaran PAI pada anak
prasekolah?
III.
Pembahasan
1.
Konsep Education Games
a.
Pengertian
Education berarti pendidikan (John M. Echols, 2005: 207), Sedangkan games berarti
permainan atau mainan (Peter Salim, 1996: 762) Education games biasanya
sering disebut dengan permainan edukatif. Permainan merupakan sebuah
aktifitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu, ruang atau
berolah raga ringan.[4]
Permainan adalah suatu keasyikan tanpa paksaan. Permainan edukatif yaitu
suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat
pendidikan yang bersifat mendidik. Permainan edukatif juga dapat berarti
sebuah bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan
dari cara atau alat pendidikan yang digunakan dalam cara bermain. Disadari atau
tidak permainan itu memiliki muatan pendidikan yang dapat bermanfaat dalam
mengembangkan diri secara seutuhnya.[5]
b.
Esensi bermain
Pentingnya bermain bagi perkembangan
kepribadian anak telah diakui kebenarannya secara universal. Bermain merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia dewasa maupun anak-anak. Kesempatan bermain
dan rekreasi akan memberikan kegembiraan serta kepuasan emosional tersendiri,
karena bermain merupakan kegiatan spontan dan kreatif, yang dengannya seseorang
menemukan aspirasi diri secara sepenuhnya.[6] Meskipun
bentuk permainan anak-anak dari seluruh dunia dari waktu ke waktu berbeda-beda,
tampaknya esensinya tetap sama :
1.
Aktif
2.
Menyenangkan
3.
Motivasi Intrinsik
4.
Memiliki Aturan
5.
Simbolis dan berarti
c.
Manfaat permainan edukatif
Bermain merupakan pengalaman belajar
yang sangat berguna bagi anak. Misalnya, untuk memperoleh pengalaman dalam
membina hubungan dengan sesama teman, menanamkan perbendaharaan kata, dan
menyalurkan perasaan-perasaan tertekan. Menurut Mayke S. Tedja Saputra, M.Si.
Manfaat permainan edukatif bagi perkembangan anak yaitu:
1.
Melatih kemampuan motorik
2.
Melatih konsentrasi
3.
Mengenalkan konsep sebab akibat
4.
Melatih bahasa dan wawasan. [7]
Slamet Suyanto membagi manfaat
bermain dalam lima ranah, yaitu:
1.
Kemampuan Motorik
2.
Kemampuan Kognitif
3.
Kemampuan Afektif
4.
Kemampuan Bahasa
5.
Kemampuan Sosial.[8]
Ditinjau sebagai sebuah kegiatan
yang mendidik, bermain harus dapat diarahkan untuk dapat menghasilkan perubahan
sikap. Dengan bermain diharapkan daya pikir, cipta, bahasa dan ketrampilan dan
jasmani anak-anak dapat berkembang maksimal.
d.
Fungsi Permainan Edukatif
Permainan edukatif itu dapat berfungsi sebagai berikut:
1.Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran
bermain sambil belajar
2.Merangsang perkembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar
dapat menimbulkan sikap mental serta akhlak yang baik
3.Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman
dan menyenangkan
4.Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak.[9]
B.
Pembelajaran PAI pada
Anak Prasekolah
1.
Pengertian
Pembelajaran
dalam bahasa inggris adalah “learning”.[10] Menurut
Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi tujuan pengajaran
(Oemar Hamalik, 2001: 51)
proses pembelajaran yang
dilakukan harus mampu memberikan jaminan ke arah tercapainya tujuan
pembelajaran, yaitu untuk mendorong para siswa agar dapat berfikir dan
bertindak secara mandiri kreatif dan mampu beradaptasi dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan semua bakat dan kemampuan
yang dimiliki.
Pendidikan merupakan dasar bagi
perkembangan kehidupan manusia, karena
pendidikan memegang tali kendali kehidupan terutama pendidikan agama Islam
dipandang sebagai upaya pembinaan mental, akhlak, dan rohani seseorang serta
berperan langsung dalam pembentukan kualitas keimanan dan ketaqwaan. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Mustafa Al-Ghulayani dalam kitabnya “’Idzatun Nasyi’in”
:
أَََمَّا التَّربِيَّةُ غَرْسٌ تُصْبِحُ اْلأَخْلاَقُ
الْفَاضِلَةُ فِيْ نُفُوْسِ النَّاشِئِيْنَ، وَسَقْيُهَا بِمَاءِ اْلإِرْشَادِ
وَالنَّصِيْحَةِ حَتَّى تُصْبِحَ مَلِكَةً مِنْ مَلِكَاتِ النَّفْسِ، ثُمَّ
تَكُوْنَ ثَمْرَتُهَا الْفَضِيْلَةَ وَالْخَيْرَ وَالْحُبَّ وَالْعَمَلَ لِنَفْعِ الْوَطَنِ.
“Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia terhadap
anak-anak dan berbagai petunjuk dan nasehat sehingga tertanam lah watak yang
baik kemudian berakhlak yang utama baik berupa cinta beramal untuk kepentingan
tanah air” (Mustafa Al-Ghulayani, 1913: 189).
Pendidikan
agama adalah usaha untuk membimbing ke arah pertumbuhan kepribadian peserta
didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam, sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan akhirat (Zukairini dkk, 1993:
11). Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. Bila di singkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap
seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[11]
Pendidikan agama Islam yakni upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran
Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap
hidup) seseorang yang diwujudkan melalui
segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk
membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan atau
menumbuhkembangkan ajaran-ajaran Islam dan nilai-nilainya (Muhaimin dkk, 2002:
30). Jadi secara umum pengertian pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati sampai mengimani ajaran agama Islam
serta diiringi untuk menghormati penganut agama lain dan hubungannya dengan
kerukunan antar umat beragama sehingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut
Soemiati Padmonodewo, yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah anak yang
mengikuti program pendidikan prasekolah atau Kindergarteen. Yang di
Indonesia sendiri pada umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak
(TPA) usia 3 bulan-5 tahun dan kelompok bermain (Play group) usia 3 tahun,
sedangkan program TK 4-6 tahun (Soemiati Padmonodewo, 2000: 19).Menurut Mansur,
anak prasekolah adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan
pengembangan. Dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan,
inteligensi, sosial emosional, bahasa dan komunikasi khusus ([1] Mansur, 2005: 88). Masa prasekolah ini merupakan masa pertumbuhan dan masa
yang sangat menyenangkan bagi seorang anak, untuk itu sebagai orang tua harus
dapat mengamati watak dan teknik apa yang tepat yang dapat digunakan untuk
membimbingnya. Masa prasekolah adalah masa belajar pada dunia nyata yaitu dunia
tiga dimensi. Dengan kata lain masa ini adalah masa “time for play”
Berdasarkan beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PAI pada anak prasekolah adalah
proses pendidikan yang dilakukan pada anak dalam masa pertumbuhan (usia 3-6
tahun) yang memfokuskan untuk mempelajari agama islam agar memiliki kepribadian
yang mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran islam sehingga
menguasai tiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang berkaitan dengan
masalah islam.
2.
Tujuan dan Fungsi
Pada hakekatnya, pendidikan Islam
adalah suatu proses yang berlangsung secara continue dan
berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban
oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung
sepanjang hayat (Samsul Nizar, 2002: 32). Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan hakekatnya
adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi
manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola
kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriahnya. Jika
berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang
nilai-nilai ideal yang bercorak islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan
pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan identitas islami
(Muzayyin arifin, 2003: 108). Sejalan dengan hal tersebut, maka pendidikan
agama islam sudah semestinya berusaha
untuk membentuk perilaku anak didik agar sesuai dengan ajaran agama islam dan
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, yaitu sosok individu yang memiliki
keimanan kuat, komitmen, berakhlak mulia dan dapat bersosialisasi dengan baik
dengan lingkungannya.
Pendidikan
agama pada dasarnya memiliki dua tujuan yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik, yaitu meningkatkan keberagamaan peserta didik dan mengembangkan sikap
toleransi hidup antar umat beragama (Chabib Thoha dkk, 1999: 13). Menurut
Muhammad Al-Abrasi, tujuan pendidikan islam secara umum ialah :
a.
Untuk membantu pembentukan
akhlak yang mulia.
b.
Persiapan untuk kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat.
c.
Persiapan mencari rezeki
pemeliharaan segi-segi kemanfaatan,
d.
Menumbuhkan manfaat-manfaat
ilmiah (scientific spirit) pada pelajar.
e.
Menyiapkan pelajar dari segi professional dan teknis ([1] Muhammad Al
Abrasi, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1970), hlm
1-4
.
Islam menghendaki agar manusia
dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah
digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah taabud,
beribadah dan menyembah kepada Allah. Ini jelas diketahui dari ayat 56, Surat
Al-Dzariyat yang artinya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku”
Sebagai hamba Allah yang telah
berserah kepada Khalik-nya, ia adalah hamba-Nya yang berilmu pengetahuan dan
beriman secara bulat, sesuai kehendak pencipta-Nya, agar terealisasi cita-cita
yang terkandung dalam kalimat ajaran Allah (H. M. Arifin, 2003: 28) :
إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Sesungguhnya
shalatku dan ibadahku dan hidupku serta matiku hanya untuk Allah, pendidik
sekalian alam”
Sedangkan fungsi pendidikan adalah
menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas dan pendidikan Islam
tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan
tujuan yang bersifat struktural dan institusional. Secara umum tugas pendidikan
Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.[12] Dari
beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa
tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mencapai suatu keseimbangan pertumbuhan
diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal
pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indra, sehingga memiliki kepribadian
yang utama. Tujuan pendidikan pada anak prasekolah secara umum adalah untuk
mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup
dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan demikian bahwa
pendidikan agama islam pada anak prasekolah bertujuan untuk menumbuhsuburkan
dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan membina budi pekerti yang
luhur pada diri anak, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang bertaqwa kepada
Allah SWT dan taat pada Rasul-Nya.
3.
Ruang Lingkup
Bagi
umat Islam maka dasar utama agama Islam merupakan pondasi utama dari keharusan
berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang
mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dalam
hubungan-hubungannya dengan Khalik-nya yang diatur dalam ubudiyah,
juga dalam hubungannya dengan sesamanya yang diatur dalam mu’amalah dan
aturan budi pekerti yang baik ([1]Zuhairini,
et. 1995: 155). Urutan prioritas pendidikan Islam dalam upaya pembentukan
kepribadian muslim meliputi :
a.
Pengajaran Keimanan kepada
Allah SWT
Iman berarti percaya. Pengajaran keimanan berarti proses
belajar mengajar tentang berbagai aspek
kepercayaan. Dalam hal ini tentu saja kepercayaan menurut ajaran Islam (Zakiyah
Darajat dkk, 1995: 63-64). Aqidah adalah bersifat I'tiqad batin, mengajarkan keesaan
Allah, Esa sebagai tuhan yang menciptakan, mengatur dan meniadakan alam ini.[13] Makna
aqidah adalah iman, keyakinan. Karena itu, akidah selalu ditautkan dengan rukun
iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam, yaitu :
a.
Iman (percaya) kepada Allah
b.
Iman (percaya) kepada para
malaikat
c.
Iman (percaya) kepada kitab
suci
d.
Iman (percaya) kepada nabi dan
rasul
e.
Iman (percaya) kepada hari
akhir
f. Iman (percaya) kepada qadha dan qadar (M. Daud Ali,
2000; 134)
Oleh karena itu pendidikan yang pertama
dan utama yang dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang
diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik.[14] Satu
hal yang tidak boleh dilupakan oleh guru bahwa pengajaran keimanan itu lebih
banyak berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perasaan. Nilai pembentukan yang
diutamakan dalam mengajar adalah keaktifan fungsi-fungsi jiwa (pembentukan
fungsional). Pengajaran lebih bersifat efektif. Murid jangan terlalu dibebani
dengan hafalan-hafalan atau hal-hal yang lebih bersifat pikiran, terutama di
sekolah rendah. Yang penting, anak diajarkan supaya menjadi orang beriman bukan
ahli pengetahuan tentang keimanan.[15]
b.
Pengajaran Akhlak
Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka
diperlukan juga usaha membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah
merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antara sesamanya. Akhlak
yang secara etimologis merupakan bentuk jamak (plural) dari kata khuluqun diartikan
sebagai perangai atau budi pekerti, gambaran batin, tabiat, atau karakter.[16]
Akhlak merupakan pokok esensi ajaran islam pula
–disamping aqidah dan syari’ah- karena dengan akhlak akan terbina mental dan
jiwa seseorang. Dengan akhlak dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang
sebenarnya. Sehingga inti yang hakiki misi Muhammad SAW, adalah pembinaan pada
akhlak manusia.
Syamsu Yusuf L N mengatakan bahwa
anak-anak perlu diarahkan atau dilatih tentang kebiasaan melakukan akhlakul
karimah seperti :
1.
Mengucapkan salam
2.
membaca basmalah pada
saat akan mengerjakan sesuatu
3.
Membaca hamdalah pada saat
mendapatkan kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu.
4.
Menghormati orang lain
5.
memberi shodaqoh/zakat
6.Memelihara kebersihan
(kesehatan) baik diri sendiri maupun lingkungan (seperti mandi, menggosok gigi
dan membuang sampah pada tempatnya) (Syamsu Yusuf L N, 2001: 177).
c.
Pengajaran Ibadah
Ibadah, menurut bahasa artinya taat,
tunduk, turut, ikut dan doa.[17] Ibadah
dalam arti taat atau menaati (perintah) diungkapkan Allah dalam al Qur’an,
antara lain dalam Surat Yasin ayat 60 :
اَلَمْ
أَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يَآبَنِيْ آدَمَ أَنْ لاَ تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ
لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam
supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
nyata bagi kamu”[18]
Dalam pengertian yang luas, ibadah
itu ialah segala bentuk pengabdian yang ditujukan kepada Allah semata yang
diawali oleh niat. Ada bentuk pengabdian itu yang secara tegas digariskan oleh
syari’at Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan ada pula yang tidak
digariskan syarat pelaksanaannya dengan tegas, tetapi diserahkan kepada yang
melakukannya asal saja prinsip ibadahnya tidak ketinggalan, seperti bersedekah,
membantu orang lain yang membutuhkan dan sebagainya. Ibadah dalam arti yang
khusus ialah suatu pengabdian yang sudah digariskan oleh syari’at Islam, baik
bentuknya, caranya, waktunya, serta syarat dan rukunnya, seperti shalat, puasa,
zakat, haji dan sebagainya.[19]
Satu hal yang tidak boleh dilupakan
dalam pengajaran ibadah ini ialah kegiatan yang mendorong supaya yang diajar
terampil melakukan ibadah itu, baik dari segi kegiatan anggota badan ataupun
dari segi bacaan. Ringkasnya yang diajar itu dapat melakukan ibadah dengan
mudah. Selanjutnya, mendorong agar ia senang melakukan ibadah itu. Pengajaran
ibadah bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan tentang ibadah saja, tetapi
yang lebih penting lagi ialah dapat beribadah dengan baik dan senang melakukan
ibadah itu, terutama ibadah wajib sehari-hari seperti sholat, bersuci, puasa
dan lain-lain. Karena pengajaran ibadah itu termasuk dalam ruang lingkup
pengajaran agama, maka rasa keagamaan lah yang perlu ditanamkan lebih dahulu
dari materi ibadah itu sendiri. Sebaiknya dalam pelaksanaan pengajaran ibadah
ini, situasi keagamaan lah yang diciptakan lebih dahulu, karena dengan situasi
itu proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan baik.[20]
d.
Pengajaran Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah wahyu yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai mu’jizat, membacanya dianggap
ibadah dan sumber utama ajaran islam. Ruang lingkup pengajaran Al-Qur’an ini
lebih banyak berisi pengajaran ketrampilan khusus yang memerlukan banyak
latihan dan pembiasaan. Pengajaran Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan
pengajaran membaca dan menulis di sekolah dasar, karena dalam Pengajaran
Al-Qur’an, anak-anak belajar huruf-huruf dan kata-kata yang tidak mereka pahami
artinya. Pengajaran Al-Qur’an pada tingkat pertama berisi pengenalan huruf
hija’iyah dan kalimah (Kata).[21] Selain
itu anak-anak juga dilatih untuk menghafalkan al-Qur’an berupa surat-surat
pendek. Adapun surat-surat pendek yang dihapalkan dimulai dari surat
Al-Fatihah, Al-ikhlas, An-Nas dan seterusnya.
e.
Doa sehari-hari
Selain pengajaran keimanan, akhlak
dan ibadah, hal yang tidak kalah penting untuk diajarkan pada anak-anak adalah doa
sehari-hari. Karena doa merupakan penghubung
sekaligus pengokoh bagi keimanan anak pada Allah SWT. Adapun materi doa
yang perlu diberikan kepada anak antara lain ; doa sebelum dan sesudah makan, doa
keluar rumah, doa sebelum dan sesudah
tidur, doa untuk kedua orang tua, doa kebahagiaan dunia akhirat.[22] Selain doa
diatas anak juga perlu dilatih berdzikir yang juga merupakan doa shalat seperti
tahmid, tasbih, istighfar, takbir dan lain-lain.
C.
Permainan Edukatif Dalam
pembelajaran PAI pada anak prasekolah
Seorang pendidik yang kaya akan permainan dan kreatif akan mudah
akrab dengan anak didiknya. Namun hal ini belum menjamin bahwa ia akan berhasil
membawa anak didiknya mencapai tujuan pendidikan dengan sempurna. Oleh karena
itu seorang guru masih dituntut untuk mampu memilih media pendidikan (berupa
permainan) apa yang dapat dipakai dan efektifitas untuk menyampaikan
pesan-pesan moral yang diinginkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan diingat
dalam memilih permainan sebagai media antara lain:
1.
Keselarasan materi dengan jenis
permainan
2.
Kondisi anak didik
3.
Kondisi lingkungan atau tempat
mengajar
4.
Kegiatan terdahulu atau variasi
permainan.[23]
Beberapa contoh permainan yang dapat dijadikan media dalam
pembelajaran PAI, adalah:
1.
Kegiatan Dinamis Klasikal
(KDK), antara lain: Menebar salam, kata berantai, permainan menangkap mahluk
Allah, Permainan kartu menyambung kata, Memberi dan menerima, Aneka permainan
tepuk, permainan puzzle hija'iyah, jam shalat, raihlah/tadabbur alam dan
sebagainya.
2.
Kegiatan Kreatif Mandiri (KKM)
misalnya, mengarang cerita dan teka-teki islam.[24]
Aktivitas permainan yang dilakukan antara guru dan siswa adalah
dengan bermain peran ataupun menggunakan alat-alat permainan Alat permainan
adalah segala macam sarana yang bisa merangsang aktifitas yang membuat anak
senang. Sedangkan alat permainan edukatif yaitu alat bermain yang dapat
meningkatkan fungsi menghibur dan fungsi mendidik. Artinya alat permainan
edukatif adalah sarana yang dapat merangsang aktifitas anak untuk mempelajari
sesuatu tanpa menyadarinya, baik menggunakan teknologi modern maupun teknologi
sederhana bahkan bersifat tradisional.
Dalam memilih alat dan perlengkapan bermain dan belajar anak untuk
kegiatan kreatif anak, pendidik dan
orang tua sebaiknya memperhatikan ciri-ciri peralatan yang baik. Ciri-ciri
peralatan yang baik antara lain:[25]
a.
Desain mudah dan sederhana
b.
Menarik
c.
Sesuai dengan kebutuhan
d.
Tidak membahayakan
e.
Mendorong anak untuk bermain
bersama
f.
Bahan murah dan mudah diperoleh
Diantara alat permainan yang dapat digunakan adalah
a.
puzzle hija'iyah
b.
Kartu menyambung kata
c.
Replika masjid
d.
Ilustrasi
Selain itu permainan bisa juga dilakukan tanpa menggunakan alat,
artinya anak dan pendidik ikut berperan langsung dalam permainan yang akan
dilakukan, Mereka hanya membagi tugas masing-masing. Jadi permainan ini
bersifat spontan tanpa harus membutuhkan alat-alat yang berwujud. Misalnya
Menebar salam, aneka kisah islami, tadabbur alam, permainan tepuk, kata
berantai dan sebagainya
IV.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat penulis disimpulkan bahwa :
1.
Belajar sambil bermain
merupakan strategi yang tepat bagi anak-anak dalam belajar karena Pembelajaran
yang menyenangkan, Menggembirakan dan demokratis akan lebih menarik anak untuk
terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran
2.
Adalah sebuah alternatif yang
bisa digunakan oleh orang tua maupun pendidik dalam proses pembelajaran
pembelajaran pada anak dengan menggunakan permainan yang memiliki muatan
pendidikan yang bermanfaat dalam mengembangkan potensi diri anak. Karena
permainan edukatif merupakan sebuah bentuk kegiatan mendidik yang dilakukan
dengan menggunakan cara atau alat permainan yang mendidik pula. Permainan
edukatif dapat digunakan dalam pembelajaran materi-materi umum maupun agama,
tentunya dengan berbagai variasi dalam bentuk permainannya. Hal ini terbukti
lebih memberikan motivasi pada anak untuk belajar karena suasana menjadi lebih
menyenangkan.
V.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami
sampaikan. Tentu saja dalam menyampaikan makalah kami terdapat berbagai
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah yang sederhana
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Abrasi, Muhammad, Asas-asas
Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1970)
Al-Ghulayani, Mustafa, ’Idzatun
Nasyi’in, (Pekalongan : Maktabah raja Murah, 1913)
Ali, M. Daud, Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000)
Arifin, H. M., Ilmu
Pendidikan Islam (Tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan
interdisipliner), (Jakarta : Bumi Aksara, 2003)
Arifin, Muzayyin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003)
Darajat, Zakiyah, dkk, Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), Cet. 1
Echols, John M.,
(education), Kamus Inggris Indonesia Dictionary, (Jakarta: Gramedia,
2005)
Hamalik, Oemar, Kurikulum
dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Cet.3
Ismail, Andang, Education
Games (Menjadi Cerdas Dan Ceria Dengan Permainan Edukatif), (Yogyakarta:
Pilar Media, 2006
LN., Syamsu Yusuf, Psikologi
perkembangan anak dan remaja, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001)
Majid, A. Aziz Abdul, Mendidik
Anak Dengan Cerita, (Bandung : Rosda Karya, 2001)
Mansur, Pendidikan Anak
Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
Megawangi, Ratna, (ed), Pendidikan
Yang Patut dan Menyenangkan, (Jakarta: Indonesia Heritage Foundation, 2004)
Muhaimin dkk, Paradigma
Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di
sekolah), (Bandung : Rosda Karya, 2002)
Nizar, Samsul, Filsafat
Pendidikan Islam (Pendekatan histories, teoritis dan praktis),
(Jakarta :Ciputat Pers, 2002), Cet.1
Padmonodewo, Soemiati, Pendidikan
anak prasekolah, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000)
Salim, Peter, The
Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Modern English Press, 1996)

Syafei, M. Sahlan, Bagaimana
Anda Mendidik Anak, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002)
Tafsir, Ahmad, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya,
2005), Cet. 6
Thoha, Chabib, dkk, Metodologi
Pengajaran Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999)

Zuhairini, et. al.,
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 1995), cet. 2,
Zuhairini, et. al, Metodologi
Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar